Beberapa puluh tahun yang lalu, Esperanto telah ada di Indonesia pada awal tahun 1920 sampai pada periode kemerdekaan sekitar tahun 1965. Saat itu gerakan Esperanto cukup berkembang dan mencapai periode ‘emas’ dibawah kepemimpinan ibu Rankajo Chailan Sjamsoe Datoe Toemenggoeng. Dia mendirikan Asosiasi Esperanto Indonesia pada tahun 1952 di Jakarta.
Sejarah mencatat bahwa asosiasi berhasil melaksanakan Konferensi Esperanto Indonesia yang ke-1 pada tahun 1960. Sejak berdiri, asosiasi banyak berperan untuk memajukan gerakan Esperanto di Indonesia.
Pada masa itu, ibu Datoe Toemenggoeng bekerjasama dengan teman-temannya untuk memulai kursus Esperanto di berbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Magelang, Lubuk Linggau, Semarang, Malang, Denpasar, Waingapu dan Makassar. Juga terdapat banyak buku-buku Esperanto, kamus, majalah dan koran, seperti contoh “Indonezia Esperantisto” yang di tulis oleh ibu Datoe Toemenggoeng, majalah “Voĉo el Indonezio” sebagai buletin asosiasi dan sebagainya.
Dalam sejarah terdapat pula beberapa nama lain yang berperan penting dalam gerakan Esperanto, mereka adalah Liem Tjong Hie, Soen Kiat Liong, Hasan Basri dan sebagainya. Mereka aktif menulis buku-buku dan kamus.
Pada tahun 1965, gerakan Esperanto surut disebabkan karena situasi politik yang tidak mengizinkan segala hal tentang asing. Setelah wafatnya ibu Datoe Toemenggoeng, gerakan tidak lagi hidup. Disayangkan pada masa itu, semua hal terkait Esperanto hampir hilang dari Indonesia, demikian juga orang-orang yang belajar Esperanto berhenti dan tidak lagi mengadakan kontak diantara penutur Esperanto (esperantist) Indonesia.
Setelah lama hilangnya Esperanto, pada tahun 2009 seorang perempuan dari Belgia datang ke Indonesia yang bernama Heidi Goes. Dia mengadakan pengenalan singkat Esperanto di beberapa kota seperti Jakarto, Bogor, Yogyakarta, Surabaya dan lainnya. Selama masa kunjungannya di Indonesia, dia juga berkesempatan bertemu dengan para veteran yang dahulu belajar Esperanto.
Setelah kunjungannya yang pertama kemudian diikuti dengan kunjungan selanjutnya di tahun 2010, 2012 dan terakhir di tahun 2013. Kedatangan Heidi Goes menyemangati orang-orang Indonesia dari berbagai kota untuk mendirikan grup atau klub Esperanto.
Klub pertama yang berdiri adalah “Esperiga Suno” di Jakarta yang didirikan pada tanggal 3 Oktober 2010 dan menandai periode baru gerakan Esperanto di Indonesia. Selanjutnya di Bandung juga didirikan klub Esperanto dibawah naungan Museum Asia Afrika dan beberapa grup di kota lainnya. Perkembangan gerakan Esperanto di Indonesia selanjutnya menunjukan bahwa semakin banyak orang Indonesia tertarik belajar Esperanto dan mengenalkannya kepada lebih banyak lagi orang.
Di tahun 2013 dengan bantuan yang besar dari Asosiasi Esperanto Melbourne dan dukungan esperantis luar negeri yang murah hati, orang-orang Indonesia sukses mengadakan Kongres Esperanto Indonesia ke-1 dari tanggal 5-8 April di Bogor. Selama 4 hari berkumpul 66 peserta dari Jepang, Korea, Belgia, Cina, Australia, Finlandia, Timor Leste dan Indonesia. Pencapaian yang utama dari hasil kongres adalah pendirian kembali asosiasi nasional, Asosiasi Esperanto Indonesia yang di singkat IEA dalam bahasa Esperanto.
Inumaru Fumio dari Jepang, So Gilsu dari Korea, Heidi Goes dari Belgia dan sebagian juga Ilia Sumilfia Dewi merancang statuta asosiasi dan membuat formulir online. Tepatnya pada tanggal 7 April sore harinya, So Gilsu memimpin pertemuan dengan 22 anggota asosiasi yang terdaftar dan menyepakati statuta dan kepengurusan.
Ilia Sumilfia Dewi dari Jakarta terpilih sebagai presiden, Endang Sabrina dari Batam terpilih sebagai sekretaris umum dan Eta Esperantina juga dari Jakarta terpilih sebagai bendahara. Pengurus lainnya yang adalah Roga Pria Sembada (Malang), Andre Samosir (Yogyakarta) dan Reza Pahlevi (Medan). Sasri Widaldini dan Liola Asfrina terpilih sebagai pengawas keuangan.
Pada tiga tahun pertamanya (2013-2016), Asosiasi Esperanto Indonesia mengkonsentrasikan kegiatannya pada dua hal yaitu Informasi dan Pendidikan. Untuk mewujudkan kegiatan-kegiatannya, IEA bekerjasama dengan klub dan grup Esperanto di kota-kota lainnya, membangun komunikasi yang efektif antar penutur Esperanto dengan berbagai media dan mewadahi ide-ide untuk lebih mengembangkan pergerakan.
Selain itu, penting pula kerjasama dengan organisasi-organisasi Esperanto di luar negeri baik secara regional maupun internasional. Untuk itu IEA mendukung ide Kongres Tiga Negara antara Australia, Indonesia dan Selandia Baru yang akan berlangsung di bulan Maret 2016 di Bandung, Indonesia.
Berdasarkan hasil Rapat Komisi UEA yang beranggotakan perwakilan Asosiasi Negara pada tanggal 31 Juli 2015 di Kongres Esperanto Internasional ke-100 di Lille, Perancis; AEI telah disetujui secara resmi sebagai Asosiasi Negara ke-12. Dengan demikian, semua anggota AEI secara otomotis menjadi anggota UEA.